top of page

Islam & Toleransi


a mosque

Sudah tidak bisa dipungkiri, Indonesia lahir dari kesepakatan dan kerja sama semua kelompok bangsa yang terdiri dari berbagai suku, agama, warna kulit. Hal ini tentu terkait dengan kesepakatan para pendiri bangsa agar kita hidup bersama-sama dalam persatuan dan kebersamaan yang harus terus dipelihara dan diaktualisasikan. Cita-cita agar Indonesia menjadi bangsa yang bersatu ini harus terus dikumandangkan dan didengungkan, tidak hanya dalam lisan, tapi juga dalam tindakan.


Pandangan ini juga sesuai dengan cita-cita Islam tentang negara idaman, yaitu ”Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”, suatu negeri yang aman, tenteram, baik, dan berada dalam ampunan Allah. Ini sangat penting dijadikan pedoman semua anak bangsa dalam merekat kebersamaan dan merajut persatuan dalam hal berbangsa dan bernegara.


Agama perlu dihadirkan untuk mendewasakan manusia dalam segala aspek kehidupan yang substansif, implementif, dan mengedepankan moralitas. Kalau bangsa ini, terutama umat Islam, meyakini bahwa agama memiliki peran penting dalam kehidupan umat manusia, inilah saatnya–kendati sudah agak terlambat–untuk melakukan hal itu.


Rasulullah Muhammad SAW diutus semata-mata untuk membumikan dan menyebarluaskan etik-moralitas luhur. Melalui nilai itu, Rasulullah dengan agama Islam yang dibawanya memiliki misi sebagai rahmat bagi sekalian alam. Selain itu, sejak awal Nabi juga menghadirkan Konstitusi/Piagam Madinah sebagai embrio dari civil society.


Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Keadilan bagi siapa saja, yaitu menempatkan sesuatu sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya. Begitu juga dengan toleransi dalam hal beragama. Menghadapi bangsa Indonesia yang majemuk, khususnya dalam hal agama, agama Islam melarang keras berbuat dhalim dengan agama di luar Islam seperti merampas hak-hak mereka, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, yaitu: “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. Al-Mumtahah ayat 8).


Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan dari ayat di atas bahwasannya Allah tidak melarang kita (umat Islam) dalam berbuat baik, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan, berbuat adil kepada orang-orang di luar Islam, baik dari keluarga kita maupun orang lain. Selama mereka (umat beragama selain Islam) tidak memerangi kita karena agama dan selama mereka tidak mengusir kita dari negeri kita, yaitu Indonesia, maka tidak mengapa kita menjalin hubungan yang baik dengan mereka, karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan di dalamnya. Hal ini jika kita korelasikan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini, bahwasanya bangsa kita walaupun masyarakatnya majemuk, tidak ada yang serta merta memerangi kita umat Islam secara terang-terangan dan tidak ada pula pengusiran terhadap umat Muslim Indonesia dari orang-orang non-Muslim.


Akan tetapi toleransi yang dimaksud oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah di atas adalah dalam hal berhubungan dengan sesama manusia atau hubungan sosial (hablu min al-nas) dan bukan dalam hal agama.


Semua masyarakat Indonesia setidaknya pernah belajar pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, yang memahami bahwa makna tolerasi bukanlah mengikuti ajaran agama lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sikap toleransi diterjemahkan sebagai sikap menenggang (menghargai, membiarkan, atau membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan lain sebagainya) yang berbeda dengan pendirian kita sendiri. Kita memberikan toleransi terhadap agama lain, berarti kita membiarkan penganut agama lain untuk menjalankan aktivitas agama mereka.


Perez (2003), dalam bukunya How the Idea of Religious Toleration Came to the West memberi batas toleransi sebagai sikap menghormati keberadaan agama atau kepercayaan lainnya yang berbeda. Jadi sekarang kita sudah menemukan inti makna toleransi yang sebenarnya sudah ada dalam agama Islam, maknanya adalah membiarkan, menghormati, dan tidak mengganggu penganut agama lain.


Maka, untuk merekat kebersamaan yang mencakup suku, agama, golongan, dan kepentingan politik sangat penting untuk mewujudkan persatuan dan mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi semua rakyat. Tentu saja agar tujuan mulia ini dapat terwujud, perlu ada kerja keras dan kerja sama yang serius dari segenap komponen bangsa ini, baik dari negara maupun masyarakat. Inilah yang telah, sedang dan terus kita perjuangkan, kita jalankan dan kita jaga di Indonesia dengan merawat Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. Wallahu A’lam Bisshawab.

bottom of page